Permasalahan lingkungan menjadi satu isu penting di dunia. Masalah lingkungan juga membuat batubara sebagai energi alternatif untuk industri skala besar dan kecil jadi kurang berhasil.
Untuk itu, seorang peneliti Indonesia bernama Yeni Sofaeti mencoba mencari permasalahan batubara dengan masalah lingkungan ini. Ia mencari cara agar keduanya bisa berjalan seiringan tanpa harus saling merugikan.
Atas dasar itulah, ia fokus pada penelitian teknologi pemanfaatan batubara di sektor UMKM, sehingga ketergantungan terhadap energi fosil bisa berkurang. Salah satu teknologi batubara bersih yang dikembangkan Yeni adalah teknologi konversi melalui gasifikasi.
Saat itu, gasifier skala UMKM belum dikembangkan. Padahal dari perhitungan Yeni, penggunaan batu bara lebih efisien dibandingkan energi fosil. Oleh karenanya diperlukan rancang bangun gasifier batubara dengan skala sesuai kebutuhan UMKM, yakni antara 16-18 liter minyak tanah per jam atau setara dengan 12-40Kg batubara per jam.
Bersama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang TekMIRA), Yeni melakukan rancang bangun gasifier sejak 2010.
Kegiatan tersebut didasari dari permintaan industri kecil yang menginginkan energi alternatif yang bersih, nyaman, dan ekonomis. Kemudian, rancang bangun gasifier mini berbahan bakar batubara ini disebut dengan GasMin.
Menurut Yeni, penelitian dan pengembangan GasMin didasari hasil penelitian sebelumnya mengenai teknologi tungku briket batu bara bagi UKM.
"Penelitian itu masih menyisakan permasalahan kenyamanan dan lingkungan walaupun cukup ekonomis," kata Yeni seperti Tekno Liputan6.com kutip dari buku Sumber Inspirasi Indonesia: 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang diterbitkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, (Kemristekdikti), Minggu (4/9/2016).
Dari masalah itulah, dirancanglah sebuah reaktor gasifier tipe up draft dengan diameter 25cm tinggi 60cm dengan kapasitas 2–5 kg/jam batubara. Produk yang dihasilkan berupa bahan bakar gas (CO, H2,dan CH4) yang dialirkan melalui pipanisasi ke dapur/burner UKM.
GasMin batubara ini merupakan reaktor skala UKM untuk mengubah batubara menjadi bahan bakar gas, melalui proses gasifikasi dengan pereaksi udara terbatas dan uap air.
Sebetulnya, teknologi gasifikasi batubara/biomasa sudah banyak dikenal pada industri khususnya industri-industri besar. Namun, untuk UKM khususnya produk dalam negeri masih belum dikenal masyarakat.
Diketahui pula, permasalahan yang sering timbul dari teknologi gasifikasi batubara tipe up draft adalah cukup sering slagging (melelehnya abu yang disebabkan suhu pembakaran yang tinggi yang kemudian mengeras se hingga proses gasifikasi terganggu).
Bukan hanya itu saja, kinerja gasifier ini diujicoba tahun 2011 lalu di Nusa Tenggara Barat. Saat itu, GasMin batubara ini digunakan untuk memanggang daun tembakau di dalam oven.
Diketahui, kinerja gasifier batubara ternyata mampu bersaing dengan bahan bakar lain seperti minyak tanah dan kayu bakar, yang pada saat itu mendominasi bahan bakar oven tembakau.
Lebih Efisien dan Hemat Biaya
Secara teknis penggunaan bahan bakar melalui proses gasifikasi lebih efisien, sebab tak banyak panas yang terbuang dibandingkan dengan pembakaran menggunakan bahan bakar padat seperti kayu, biomas, dan briket batu atau batubara.
Hal lain yang menjadi keunggulan penggunaan gasifier batubara adalah biaya energi yang lebih terjangkau. Berdasarkan pengujian, biaya energi dengan menggunakan gasifier, baik dengan bahan baku batu bara maupun dikombinasikan dengan biomasa hanya Rp 512 – Rp 536 per Kg tembakau. Sedangkan jika oven menggunakan BBM, biayanya bisa mencapai Rp 1.440 per Kg tembakau.
Berdasarkan keberhasilan ini, pada 2012-2013, rancang bangun GasMin mulai dikembangkan untuk skala 20 kg/ jam. Rancang bangun ini merupakan pilot project di Sentra Teknologi Pengolahan dan Sentra Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Palimanan, Jawa Barat.
Selain untuk gas bakar, gasifier yang telah berhasil menghasilkan gas (CO, H2 dan CH4), juga bisa dipakai untuk gas mesin menggantikan pemakaian BBM.
Terkait perkembangan penelitian ini, Balitbang TekMIRA telah menjalin kerja sama untuk pengembangan GasMin dengan Badan Litbang Inovasi Daerah Provinsi Sumatera Selatan untuk pengeringan kopi di Kabupaten Lahat.
Untuk menghasilkan rancangan yang optimal, ujicoba GasMin batu bara diperluas dengan uji coba peleburan nonfero dan industri menggunakan boiler pada 2014. Tahun 2015, GasMin diimplementasikan pada industri peleburan aluminium dan industri yang menggunakan menggunakan boiler di Yogyakarta.
Kegiatan tersebut ditunjang dengan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang ESDM dan Gubernur DIY serta perjanjian kerja sama antara Puslitbang TekMIRA Bandung dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM DIY.
Di masa mendatang GasMin batu bara ini diperluas penggunaannya untuk industri kecil berbasis GasMin. Upaya ini sekaligus menyongsong komersialisasi GasMin pada 2017.
Untuk itu, seorang peneliti Indonesia bernama Yeni Sofaeti mencoba mencari permasalahan batubara dengan masalah lingkungan ini. Ia mencari cara agar keduanya bisa berjalan seiringan tanpa harus saling merugikan.
Atas dasar itulah, ia fokus pada penelitian teknologi pemanfaatan batubara di sektor UMKM, sehingga ketergantungan terhadap energi fosil bisa berkurang. Salah satu teknologi batubara bersih yang dikembangkan Yeni adalah teknologi konversi melalui gasifikasi.
Saat itu, gasifier skala UMKM belum dikembangkan. Padahal dari perhitungan Yeni, penggunaan batu bara lebih efisien dibandingkan energi fosil. Oleh karenanya diperlukan rancang bangun gasifier batubara dengan skala sesuai kebutuhan UMKM, yakni antara 16-18 liter minyak tanah per jam atau setara dengan 12-40Kg batubara per jam.
Bersama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang TekMIRA), Yeni melakukan rancang bangun gasifier sejak 2010.
Kegiatan tersebut didasari dari permintaan industri kecil yang menginginkan energi alternatif yang bersih, nyaman, dan ekonomis. Kemudian, rancang bangun gasifier mini berbahan bakar batubara ini disebut dengan GasMin.
Menurut Yeni, penelitian dan pengembangan GasMin didasari hasil penelitian sebelumnya mengenai teknologi tungku briket batu bara bagi UKM.
"Penelitian itu masih menyisakan permasalahan kenyamanan dan lingkungan walaupun cukup ekonomis," kata Yeni seperti Tekno Liputan6.com kutip dari buku Sumber Inspirasi Indonesia: 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang diterbitkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, (Kemristekdikti), Minggu (4/9/2016).
Dari masalah itulah, dirancanglah sebuah reaktor gasifier tipe up draft dengan diameter 25cm tinggi 60cm dengan kapasitas 2–5 kg/jam batubara. Produk yang dihasilkan berupa bahan bakar gas (CO, H2,dan CH4) yang dialirkan melalui pipanisasi ke dapur/burner UKM.
GasMin batubara ini merupakan reaktor skala UKM untuk mengubah batubara menjadi bahan bakar gas, melalui proses gasifikasi dengan pereaksi udara terbatas dan uap air.
Sebetulnya, teknologi gasifikasi batubara/biomasa sudah banyak dikenal pada industri khususnya industri-industri besar. Namun, untuk UKM khususnya produk dalam negeri masih belum dikenal masyarakat.
Diketahui pula, permasalahan yang sering timbul dari teknologi gasifikasi batubara tipe up draft adalah cukup sering slagging (melelehnya abu yang disebabkan suhu pembakaran yang tinggi yang kemudian mengeras se hingga proses gasifikasi terganggu).
Efisien dan Hemat Biaya
Dengan inovasi GasMin inilah, permasalahan slagging bisa teratasi dan menghasilkan gas bakar yang bersih dan efisien. Yeni mengatakan, inovasi ini tak hanya dalam proses gasifikasi, tetapi juga pada teknologi pembakaran gas melalui inovasi burner yang disesuaikan dengan karakteristik gas bakar, yakni bahan bakar gas plus bahan bakar cair/ter.Bukan hanya itu saja, kinerja gasifier ini diujicoba tahun 2011 lalu di Nusa Tenggara Barat. Saat itu, GasMin batubara ini digunakan untuk memanggang daun tembakau di dalam oven.
Diketahui, kinerja gasifier batubara ternyata mampu bersaing dengan bahan bakar lain seperti minyak tanah dan kayu bakar, yang pada saat itu mendominasi bahan bakar oven tembakau.
Lebih Efisien dan Hemat Biaya
Secara teknis penggunaan bahan bakar melalui proses gasifikasi lebih efisien, sebab tak banyak panas yang terbuang dibandingkan dengan pembakaran menggunakan bahan bakar padat seperti kayu, biomas, dan briket batu atau batubara.
Hal lain yang menjadi keunggulan penggunaan gasifier batubara adalah biaya energi yang lebih terjangkau. Berdasarkan pengujian, biaya energi dengan menggunakan gasifier, baik dengan bahan baku batu bara maupun dikombinasikan dengan biomasa hanya Rp 512 – Rp 536 per Kg tembakau. Sedangkan jika oven menggunakan BBM, biayanya bisa mencapai Rp 1.440 per Kg tembakau.
Berdasarkan keberhasilan ini, pada 2012-2013, rancang bangun GasMin mulai dikembangkan untuk skala 20 kg/ jam. Rancang bangun ini merupakan pilot project di Sentra Teknologi Pengolahan dan Sentra Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Palimanan, Jawa Barat.
Selain untuk gas bakar, gasifier yang telah berhasil menghasilkan gas (CO, H2 dan CH4), juga bisa dipakai untuk gas mesin menggantikan pemakaian BBM.
Terkait perkembangan penelitian ini, Balitbang TekMIRA telah menjalin kerja sama untuk pengembangan GasMin dengan Badan Litbang Inovasi Daerah Provinsi Sumatera Selatan untuk pengeringan kopi di Kabupaten Lahat.
Untuk menghasilkan rancangan yang optimal, ujicoba GasMin batu bara diperluas dengan uji coba peleburan nonfero dan industri menggunakan boiler pada 2014. Tahun 2015, GasMin diimplementasikan pada industri peleburan aluminium dan industri yang menggunakan menggunakan boiler di Yogyakarta.
Kegiatan tersebut ditunjang dengan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang ESDM dan Gubernur DIY serta perjanjian kerja sama antara Puslitbang TekMIRA Bandung dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM DIY.
Di masa mendatang GasMin batu bara ini diperluas penggunaannya untuk industri kecil berbasis GasMin. Upaya ini sekaligus menyongsong komersialisasi GasMin pada 2017.
0 Response to "Peneliti Indonesia Ini Ciptakan Batubara Ramah Lingkungan "Hebat""
Posting Komentar